14 Okt 2008

Bursa Efek AMERIKA

Telah kita ketahui saat ini Amerika Serikat sedang berada di ambang kehancuran financial sebagai imbas dari krisis ekonomi. Trauma akan krisis ekonomi di tahun 1929 yang sering disebut Great Depression kembali menghantui. Pada saat itu dampak krisis itu menasional bagi rakyat Amerika Serikat, seperti kesulitan keuangan karena lapangan pekerjaan sedikit hingga kelaparan.

Seperti mengulang kejadian Great Depression, dimana saat ini banyak saham-saham yang menjadi maskot Wall Street berguguran. Apalagi perusahaan sekelas Lehman brothers dan Washington Mutual menyatakan kebangkrutan. Belum lagi raksasa Asuransi AIG, sahamnya turun hingga 50 persen.

Efek dari krisis ekonomi dan finansial di USA telah merambat ke negara-negara di Asia dan Eropa. Banyak negara yang memberikan suntikan dana kepada lembaga keuangan supaya tidak tergerus arus krisis Ekonomi yang berasal dari Amerika Serikat.

Mengapa Krisis Ekonomi melanda Amerika Serikat?

Mungkin ini menjadi pertanyaan bagi sebagian besar orang, mengapa negara super power dan terkenal kuat finansialnya bisa mengalami krisis moneter atau ekonomi. Dan kemungkinan berada di ambang kebangkrutan yang akan menyengsarakan rakyatnya dan sebagian besar negara di dunia.

Ada sebuah penjelasan dari Bpk Dahlan Iskan, pada Jawa Pos tanggal 28 september 2008 yang isinya hampir sehalaman penuh. Saya berusaha untuk meringkas penjelasan tersebut untuk mendapatkan analisis beliau tentang mengapa krisis ekonomi bisa melanda negara sekelas Amerika Serikat. Berikut rangkumannya.

Sebuah perusahaan yang go public dituntut untuk meningkatkan laba hingga 20 persen tiap tahunnya. Tentang bagaimana caranya, CEO dan direktur yang akan mengaturnya. Pemilik perusahaan atau pemegang saham tidak mau tau yang penting harga saham naik dan laba terus meningkat.

Mengapa harga saham harus selalu naik, alasannya adalah jika saham dijual maka harga saham harus lebih tinggi dari harga saham saat membeli. Dan mengapa laba harus naik? alasannya jika saham tidak dijual maka setiap tahunnya mereka bisa mendapat pembagian laba atau deviden yang bertambah banyak.

Sehingga CEO selalu mencari cara untuk melakukan 2 hal di atas tadi. Alasannya agar tetap dapat mempertahankan jabatan dan gaji dan bonus yang selalu meningkat. CEO perusahaan besar di AS bisa 100 kali gaji Presiden Bush. Sehingga antara pemegang saham dan CEO menemukan sumbu temu untuk mendapatkan 2 hal di atas.

Berbagai cara dilakukan hingga melibatkan pelaku politik, banyak kebijakan yang memungkinkan perubahaan aturan dan undang-undang untuk memungkinkan segala cara para CEO tersebut. Bagi pelaku politik keuntungannya adalah mendapatkan dana kampanye dan dukungan.

Dengan cara ini ekonomi AS berkembang pesat, semua orang mampu membeli kebutuhan hidup. Sehingga AS memerlukan banyak barang. Jika tidak bisa dibuat di dalam negeri maka pesan dari negara lain. Maka tak heran China memiliki cadangan devisa terbesar yaitu 2 triliun USD karena memasok banyak barang ke AS.

Sudah 60 tahun AS membesarkan perusahaan seperti itu, yang merupakan bagian dari ekonomi kapitalis sehingga AS menjadi penguasa dunia. Tapi itu belum cukup, segala hal harus yang terbaik, terkomputerisasi, bonus yang sudah besar harus dibuat lebih besar lagi. Disinilah ketamakan AS terlihat.

Ketika semua orang sudah membeli rumah, seharusnya tidak ada lagi perusahaan penjual rumah bukan. Namun kenyataannya perusahaan harus meningkatkan penjualan untuk mendapatkan pertumbuhan laba. Maka dicarilah jalan agar rumah terjual lebih banyak. Jika orang sudah memiliki rumah maka diciptakan agar kucing dan anjing juga memiliki rumah. Termasuk mobil.

Namun ketika kucing dan anjing sudah memiliki rumah, siapa lagi yang harus membeli? Maka di tahun 1980, Pemerintah AS mengeluarkan keputusan ‘Deregulasi Kontrol Moneter’, intinya dalam kredit rumah, perusahaan real estate diperbolehkan menggunakan variable bunga. Artinya boleh mengenakan bunga tambahan dari bunga yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini merupakan peluang besar bagi perusahaan real estate, broker, asuransi dan keuangan.

History Krisis Mortgage di AS

Tahun 1925, AS memiliki UU Mortgage Tentang KPR, yaitu setiap orang yang memenuhi syarat berhak mengajukan dan mendapatkan kredit rumah. Jika penghasilan setahun 100 juta maka ia berhak mengambil kredit mortgage 250 juta. Karena cicilan jangka panjang maka terasa ringan.

Tahun 1980, Keluar kebijakan untuk menaikan bunga. bisnis perumahan ada peluang, bank bisa mendapatkan bunga tambahan dan broker dan bisnis terkait bisa berusaha kembali.

Namun karena semua sudah punya rumah, maka Tahun 1986 pemerintah AS menetapkan reformasi pajak. Salah satu isinya, pembeli rumah diberi keringanan pajak. Bagi warga di negara maju, keringanan pajak akan mendapat sambutan luar biasa karena nilai pajak yang tinggi.

Tahun 1990, dengan fasilitas pajak bisnis rumah meningkat hingga 12 tahun ke depannya. Dari mortgage 150milyar USD dalam setahun menjadi 2 kali lipat di tahun-tahun berikutnya.

Tahun 2004, mortgage mencapai 700 milyar USD per tahun. Gairah bisnis rumah yang terus meningkat ini membuat para pelaku bisnis menghalalkan segala cara. Mulai dari iklan yang jor-joran, keluarnya lembaga investment bank, hingga melunaknya persyaratan KPR. Dalam pikiran pengembang, jika orang tidak bisa membayar kredit atau kredit macet, toh rumah masih bisa dijual karena perhitungannya tiap tahun harga rumah meningkat. Jadi mereka masih untung ketika terjadi kredit macet.

Namun ternyata dalam jangka kurang dari 10 tahun, banyak kredit Macet. Banyak orang menjual rumah, harga menjadi turun sehingga nilai jaminan rumah tidak cocok lagi dengan nilai pinjaman. Satu per satu lembaga investment banking bergururan seperti efek domino.

Berapa juta rumah yang termasuk mortgage? tidak ada data namun dari nilai uangnya sekitar 5 triliun USD. Jadi kalo George Bush meminta bantuan dana 700 milyar USD itu baru sebagian kecil. Kongres kawatir apakah harus menambah 700 milyar USD lagi jika yang pertama tidak berhasil.